Hutan Desa Pertama untuk Lubuk Beringin
JAMBI, MINGGU - Hutan Lindung Panang Rantau Bayur seluas 2.356 hektar di Kabupaten Bungo, Jambi, diajukan sebagai areal Hutan Desa, yang dikelola masyarakat desa Lubuk Beringin. Pengelolaan ini sangat penting, untuk menjaga keberlangsungan pembangkit listrik tenaga kincir air atau PLTKA di sepanjang daerah aliran Sungai Senamat tetap terjaga. "Jika Menteri Kehutanan telah mengeluarkan SK pencadangan, maka ini akan menjadi yang pertama di Indonesia," kata Rakhmat Hidayat, Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, di Jambi, Minggu (1/2). Menurut Rakhmat, Hutan Lindung Panang Rantau Bayur memiliki arti penting bagi masyarakat Desa Lubuk Beringin, Kecamatan Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo. Pengelolaan dan pemanfaatan hutan selama ini dilakukan secara arif dan lestari, menggunakan aturan adat yang berjalan turun temurun. Sejumlah aturan pengelolaan hutan telah lama disepakati dan terapkan, seperti aturan menjaga hutan lindung, agroforest karet, dan lubuk larangan sebagai sumber daya alam desa. Aturan ini tertuang dalam Kesepakatan Konservasi Desa yang antara lain berisi, masyarakat sepakat untuk tidak mengolah lahan-lahan pertanian pada lahan-lahan miring atau curam, pinggir sungai, dan hulu-hulu sungai, supaya tidak terjadi longsor dan erosi. Warga juga menolak masuknya perusahaan perkebunan ke wilayah mereka. Penanaman pohon secara monokultur diyakini akan mengurangi resapan air. Selain itu bila perkebunan dibuka di daerah perbukitan, desa mereka terancam bahaya tanah longsor di masa mendatang. "Dalam kesepakatan ini jelas disebutkan bahwa perlindungan dimaksudkan untuk menjaga supaya sumber pengairan sawah tidak terganggu," kata Rakhmat. Kawasan hutan Lindung Rantau Bayur merupakan daerah tangkapan air DAS Batang Buat dan Batang Senamat, yang dimanfaatkan masyarakat untuk menjaga sumber air sawah, menggerakkan pembangkit listrik tenaga kincir air, sumber air minum, dan tempat pemijahan ikan. Hanya saja, kawasan ini terancam oleh kegiatan konversi dan perambahan hutan oleh masyarakat dari luar Lubuk Beringin. Sehingga menjadi penting bagi masyarakat desa untuk untuk segera memperoleh izin pengelolaan kawasan dengan prinsip keberlanjutan fungsi ekosistem kawasan tersebut. "Enam bulan terakhir ini debit air sungai turun drastis. Pada musim kemarau tahun sebelumnya tidak separah ini. Kemungkinan disebabkan pembukaan perkebunan yang makin meluas," ujar Sekretaris Desa Lubuk Beringin Asroruddin. Desa Lubuk Beringin merupakan pionir dalam pembuatan Pembangkit Listrik Tenaga Kincir Air. Ada dua unit PLTKA di sana yang berada di Dusun Lubuk Beringin dan Sungai Alay, dibangun pada 2005 dan menghasilkan daya listrik 15.000 watt. Energi ini mampu menerangi 76 rumah setempat. Menurut Asroruddin, secara khusus pemerintah Desa Lubuk Beringin telah melarang warganya untuk memperluas areal kebun karet di lahan baru. Pembukaan kebun diarahkan pada lahan-lahan tidur saja . Desa juga secara tegas menolak masuknya perusahaan perkebunan. Sudah banyak perusahaan ingin membeli kebun karet kami. Desa-desa tetangga juga sudah menjadi plasma perusahaan perkebunan. "Bahkan ada hutan di sekitar DAS ini diajukan menjadi HTI. Tapi di sini, kami tetap menjaga supaya hutan tetap lestari," ujarnya. Sumber: www.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar